Kota suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang meterialistik atau sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non-alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang heterogen dan materialistik dibandingkan dengan daerah belakangnya.
Sebagai suatu wadah interaksi masyarakat kota memiliki unsure –unsur pendukung , diantaranya adalah:
a) unsur-unsur fisis, yaitu topografi dan kesuburan tanah serta iklim yang cocok untuk tempat tinggal.
b) unsur-unsur ekonomi, yaitu fasilitas-fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan primer warga kota.
c) unsur-unsur sosial, yang dapat menimbulkan keserasian, ketenangan hidup warga kota.
d) unsur-unsur kultural, seni, dan kebudayaan memberikan semangat dan gairah hidup kota.
e) Unsur teknologi , Semakin pesat perkembangan teknologi maka semakin pesat pula perkembangan kota.
Setiap kota memiliki unsure fisis, ekonomi, sosial, dan cultural yang berbeda. Perbedaan ini dibentuk oleh interaksi masyarakat dan lingkungan tempat tinggal. Sumberdaya alam yang ada menjadi penopang kelangsungan hidup masyarakat setempat. Sama halnya dangan karakteristik yang dimiliki oleh suatu kota.
Perbedaan karakteristik antara dua kota atau dua wilayah akan menyebabkan terjadinya keterkaitan di antara kedua kota atau kedua wilayah tersebut. Intensitas keterkaitan yang terjadi akan sangat ditentukan oleh tipe keterkaitan yang berlaku di antara kedua kota atau wilayah tersebut. Intensitas keterkaitan ini salah satunya berdampak interaksi yang terjadi antara dua kota tersebut. Karakteristik kota yang saling bertolak belakang di antara keduanya mengakibatkan tingginya intensitas keterkaitan.
Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat. Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada suatu fenomena baru yang mengejutkan. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang berbeda.
Interaksi wilayah (Spatial Interaction) adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara dua wilayah atau lebih, yang dapat melahirkan gejala, kenampakkan dan permasalahan baru, secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi ini berupa perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung atau berbagai media.
Istilah spatial interaction ini berasal dari Ullman dalam bukunya Geography as spatial interaction (1954). Untuk mengidentifikasikan ketergantungan antar wilayah geografis.
Interaksi merupakan pengertian yang dikenal dalam sosiologi, sebagai gejala saling mempengaruhi antara individu. Dalam sosiologi gejala saling mempengaruhi tidak hanya berlaku pada individu melainkan juga pada obyek-obyek dan ruang yang mewadahi obyek-obyek itu. Sehubungan dengan itu dikenal tiga kelompok dasar yang saling mempengaruhi. Pertama, antara vegetasi dan iklim, tanah dan kawasan lahan; kedua, antara kegiatan manusia dan sifat politis-ekonomis suatu wilayah; ketiga adalah antar rumah tangga dan pertokoan.
Dalam geografi interaksi diartikan sebagai interaksi geografis antar satu wilayah dengan wilayah lain. Begitu juga halnya dengan kota satu dengan kita lainnya. Semakin banyak perbedaan yang ada maka peluang menciptakan interaksi antara ke duanya. Ullman meguraikan tiga unsure interaksi keruangan yang memberi pengaruh pada pola interaksi spatial
Kelemahan penerapan model ini dalam analisis wilayah, terutama terletak pada variabel yang digunakan sebagai alat ukur, dimana dalam fisika variabel yang digunakan, yaitu molekul suatu zat mempunyai sifat yang homogen, namun tidak demikian halnya dengan unsur pembentuk kota, misalnya penduduk. Namun demikian, hal ini telah dikembangkan, yaitu dengan tidak hanya memasukan variabel massa saja, tetapi juga gejala sosial sebagai faktor pembobot.
Persamaan umum model Gravitasi ini adalah :
Pi x Pj
Tij = ---------------
P
dimana :
Tij = pergerakan penduduk sub-wilayah i ke sub-wilayah j
Pi = jumlah penduduk sub wilayah i
Pj = jumlah penduduk sub wilayah j
P = jarak antara sub wilayah i –sub wilayah j
Penerapan model grafitasi pada interaksi sosial diperkenalkan oleh Reilly pada tahun 1929 dalam perniagaan. Para geograf pada abad ke-19 telah memakai hukum grafitasi Newton (1687).
Adapun bintarto (1983) menerapkan model grafitasi untuk empat kotamadya di jawa tengah dan DI Yogyakarta, Surakarta, Salatiga dan Magelang, yang lokasinya mengelilingi kompleks gunung kembar Merapi-Merbabu. Dengan sarana model segi empat ini Bintarto mengukur interaksi sosial keempat kota tersebut, hasilnya adalah sebagai berikut:
Model grafitasi interaksi antara ke empat kotamadya
Jumlah penduduk kota;
Yogyakarta (Y) = 398.192 orang
Surakarta (S) = 462.825 orang
Salatiga (Sa) = 85.740 orang
Magelang (M) =123.358 orang M Y Sa Su 1-51 1-22 1-7 1-29
Jarak terdekat antara ke empat kota;
Yogyakarta (Y) - Surakarta ( Su) = 60 km
Surakarta (S) - Salatiga (Sa) = 42 km
Salatiga (Sa) - Magelang (M) = 40 km
Magelang (M) - Yogyakarta (Y) =41 km
Maka diperoleh angka-angka interaksi;
I(Y- Su) = 51
I(Su-Sa) = 22
I(Sa-M) = 7
I(M-Y) = 29
Hasil perhitungan diatas menyatakan Surakarta dan Yogya sebagi kota yang memiliki interaksi terbesar (I = 51) artinya frekuensi hubungan sosial, ekonomi dan sebagainya antara kedua tempat tersebut tettinggi jika dibandingkan dengan interaksi antar kodya lainnya. Meski jarak antara keduanya adalah jarak terpanjang dibandingkan jarak Magelang-Salatiga, hal ini dikarenakan dua kodya tersebut merupakn kota budaya dan kota pelajar, jalan yang menghubungkan kedua kota memudahkan transferabilitas disamping jumlah penduduk yang besar pula.
2. Simpulan
Rumusan diatas secara tidak langsung menggambarkan bahwa gaya tarik dua kota di buktikan dengan adanya mobilitas ataupun bentuk interaksi lain penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain. Daya tarik kota yang kuat akan menarik interaksi yang besar ke dalam wilayah kota yang bersangkutan.
Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan potensi yang dimiliki desa maupun kota, dan adanya persamaan kepentingan. Unsure-unsur kota juga berperan penting dalam timbulnya daya tarik antar kota, factor fisiogafis,sosial,ekonomi ,teknologi kota yang berbeda satu samalain akan memunculkan suatu interaksi yang mengakibatakan daya tarik antar keduanya. Adanya komplementaritas antar kota akan semakin memperkuat daya tarik antar kedua kota, hal ini juga didukung oleh transferbilitas yang dapat tercipta antar keduanya. Semakin besar tranferbilitas yang terjadi maka dapat dikatakan daya tarik antar kota tersebut sangat kuat, jarak dalam hal ini dapat diatasi dengan pembnagunan akses jalan yang baik, untuk mendukung kelancaran interaksi keduanya.
Daftar pustaka
Daldjoni. N. 1998. Geografi kota. Bandung.PT Allumni.
Hariyono. Paulus. 2007. Sosiologi kota untuk arsitek. Jakarta. PT Bumi Aksara.
Manning. Chris. 1996. Urbanisasi , pangangguran, dan sector informal kota. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Permana. Teguh. Dampak kota menjadi padat. (online) http://belajar-geografi.blogspot.com/2008/05/kota-ditinjau-dari-aspek-geografis.html, diakses tanggal 17 april 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar